Apa itu Pungutan Liar?
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pungutan liar atau pungli adalah pengenaan biaya di tempat yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut. Kebanyakan pungli[1] dipungut oleh pejabat atau aparat, walaupun pungli[2] termasuk ilegal dan digolongkan sebagai KKN, tetapi kenyataannya hal ini jamak terjadi di Indonesia. Menurut hasil studi dari Pusat Studi Asia Pasifik Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan United State Agency for International Development (USAID) pada tahun 2004, biaya pungli yang dikeluarkan oleh para pengusaha di sektor industri manufaktur berorientasi ekspor saja, pertahunnya bisa mencapai 3 triliun rupiah.[1]
Pungutan liar adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau Pegawai Negeri atau Pejabat Negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut. Hal ini sering disamakan dengan perbuatan pemerasan, penipuan atau korupsi.
Pungutan liar adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau Pegawai Negeri atau Pejabat Negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut. Hal ini sering disamakan dengan perbuatan pemerasan, penipuan atau korupsi.
Ilustrasi Pemungutan Liar |
Pungutan liar adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau Pegawai Negeri atau Pejabat Negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut. Hal ini sering disamakan dengan perbuatan pemerasan, penipuan atau korupsi.
Tingginya tingkat ketidakpastian pelayanan sebagai akibat adanya prosedur pelayanan yang panjang dan melelahkan menjadi penyebab dari semakin banyaknya masyarakat yang menyerah ketika berhadapan dengan pelayanan publik yang korupsi. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat cenderung semakin toleran terhadap praktik pungutan liar dalam penyelenggaraan pelayanan publik (BPKP, 2002:6).
Pungutan liar merupakan perbuatan-perbuatan yang disebut sebagai perbuatan pungli sebenarnya merupakan suatu gejala sosial yang telah ada di Indonesia, sejak Indonesia masih dalam masa penjajahan dan bahkan jauh sebelum itu. Namun penamaan perbuatan itu sebagai perbuatan pungli, secara nasional baru diperkenalkan pada bulan September 1977, yaitu saat Kaskopkamtib yang bertindak selaku Kepala Operasi Tertib bersama Menpan dengan gencar melancarkan Operasi Tertib (OPSTIB), yang sasaran utamanya adalah pungli.
Pada masa Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dikeluarkan Instruksi Presiden No. 9 tahun 1977 tentang Operasi Penertiban (1977-1981), dengan tugas membersihkan pungutan liar, penertiban uang siluman, penertiban aparat pemda dan departemen. Untuk memperlancar dan mengefektifkan pelaksanaan penertiban ini ditugaskan kepada Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara, untuk mengkoordinir pelaksanaannya dan Pangkopkamtib untuk membantu Departemen/Lembaga pelaksanaanya secara operasional (Wijayanto, 2010:672).
Pungutan liar juga termasuk dalam kategori kejahatan jabatan, di mana dalam konsep kejahatan jabatan di jabarkan bahwa pejabat demi menguntungkan diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Dalam rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 423 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 12 UU No.31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No.20 Tahun 2001 (Tindak Pidana Korupsi), menjelaskan definisi pungutan liar adalah suatu perbuatan yang dilakukan pegawai negeri atau penyelenggara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Istilah lain yang dipergunakan oleh masyarakat mengenai pungutan liar atau pungli adalah uang sogokan, uang pelicin, salam tempel dan lain lain. Pungutan liar pada hakekatnya adalah interaksi antara petugas dengan masyarakat yang didorong oleh berbagai kepentingan pribadi (Soedjono, 1983:15).
Faktor Penyebab Pungutan Liar
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan pungutan liar, yaitu:- Penyalahgunaan wewenang. Jabatan atau kewenangan seseorang dapat melakukan pelanggaran disiplin oleh oknum yang melakukan pungutan liar.
- Faktor mental. Karakter atau kelakuan dari pada seseorang dalam bertindak dan mengontrol dirinya sendiri.
- Faktor ekonomi. Penghasilan yang bisa dikatakan tidak mencukupi kebutuhan hidup tidak sebanding dengan tugas/jabatan yang diemban membuat seseorang terdorong untuk melakukan pungli.
- Faktor kultural & Budaya Organisasi. Budaya yang terbentuk di suatu lembaga yang berjalan terus menerus terhadap pungutan liar dan penyuapan dapat menyebabkan pungutan liar sebagai hal biasa.
- Terbatasnya sumber daya manusia.
- Lemahnya sistem kontrol dan pengawasan oleh atasan.
Tindak Pidana Pungutan Liar
Dalam kasus tindak pidana pungutan liar tidak terdapat secara pasti dalam KUHP, namun demikian pungutan liar dapat disamakan dengan perbuatan pidana penipuan, pemerasan dan korupsi yang diatur dalam KUHP sebagai berikut:
- Pasal 368 KUHP: "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun".
- Pasal 415 KUHP: "Seorang pegawai negeri atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat-surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun".
- Pasal 418 KUHP: "Seorang pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".
- Pasal 423 KUHP: "Pegawai negeri yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa orang lain untuk menyerahkan sesuatu, melakukan suatu pembayaran, melakukan pemotongan terhadap suatu pembayaran atau melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun".
a. Tindak pidana penipuan
Penipuan dan pungutan liar adalah tindak pidana yang mana terdapat unsur-unsur yang sama dan saling berhubungan, antara lain untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kebohongan untuk atau agar orang lain menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya.
b. Tindak pidana pemerasan
Penipuan dan pungutan liar adalah tindak pidana yang mana terdapat unsur-unsur yang sama dan saling berhubungan, antara lain untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kekerasan atau dengan ancaman agar orang lain menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya.
c. Tindak pidana korupsi
Tindak pidana korupsi yang sangat erat kaitannya dengan kajahatan jabatan ini, karena rumusan pada pasal 415 pasal penggelapan dalam KUHP diadopsi oleh UU No. 31 tahun 1999 yang kemudian diperbaiki oleh UU No. 20 tahun 2001, yang dimuat dalam pasal 8.
Daftar Pustaka
- Wijayanto, dkk. 2010. Korupsi Mengorupsi Indonesia: Sebab, Akibat, dan Prospek Pemberantasan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
- BPKP. 2002. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi pada Pengelolaan Pelayanan Masyarakat. Jakarta: Tim Pengkajian SPKN RI.
- Soedjono, Dirdjosisworo. 1983. Pungli: Analisa Hukum & Kriminologi, cetakan ke-2. Bandung: Sinar Baru.
Komentar
Posting Komentar